Langsung ke konten utama

Hidup dalam Kebenaran


Sebuah upaya pemahaman akan dinamika hubungan antara seorang Penatua dengan Gayus, serta semangat yang perlu dipupuk pada gereja masa kini.


Pendahuluan
Bagi kebanyakan orang, membaca teks “Salam” dari sebuah surat dalam Alkitab merupakan hal yang tidak terlalu penting atau bila perlu langsung dilewatkan saja kepada bagian intinya, namun sebenarnya dengan membaca bagian ini kita dapat menemukan informasi penting mengenai keberadaan penulis dan seperti apa atau bagaimana dengan pihak (individu/kelompok) yang dituju.
Sebagai sebuah teks yang berbentuk surat, terdapat pula jenis dari surat tersebut. Ada yang merupakan surat pribadi kepada pribadi lain, kelompok ke kelompok lain, surat rahasia, ataupun surat umum yang terbuka bagi khalayak publik. Isi yang tercantum di dalamnya pun akan bergantung pada sepeti apa/jenis apa surat tersebut. Apabila surat tersebut adalah surat pribadi, maka bahasa dan konten yang dimasukan pun akan mengikuti jenisnya. Tentunya ketika sebuah surat dilayangkan kepada suatu alamat, maka yang terjadi adalah akan terbentuk/mempererat sebuah hubungan/relasi.
Surat 3 Yohanes 1:1-4 adalah sebuah bagian surat yang disebut salam, yang muncul pada awal surat. Dari teks ini saya akan mencoba menafsir dan menggali informasi-informasi yang memungkinkan untuk diangkat dan diperbincangkan. Upaya yang dilakukan adalah berdasarkan dari pertanyaan-pertanyaan pribadi yang muncul ketika membaca teks. Pada tulisan kali ini, saya akan mencoba menafsir ayat demi ayat sebagai sebuah surat yang di dalamnya memiliki dinamika sebuah hubungan/relasi.

Tafsir 3 Yohanes 1:1-4
1 ~O presbu,teroj Gai<w| tw/| avgaphtw/|( o]n evgw. avgapw/ evn avlhqei,a|Å
1 Dari penatua kepada Gayus yang kekasih, yang kukasihi dalam kebenaran.

Redaksi pertama dari format Salam ini menunjuk langsung pada subjek penulis surat (penatua/elder/presbiteros)  yang kemudian ditujukan kepada Gayus. Namun siapa sebenarnya penulis? Dalam teks 3 Yohanes, kita tidak dapat menemukan identitas lain dari penulis selain bahwa ia sendiri adalah seorang penatua. Lalu mengapa sampai penulis merasa tidak perlu untuk menulis identitasnya kepada Gayus? Untuk menjawabnya, saya mencoba menarik 2 hipotesa, yang pertama adalah surat ini merupakan surat pribadi antara si presbiteros dan Gayus, keduanya sudah saling mengenal antara satu dengan yang lain sehingga penulisan identitas penulis surat dirasa sudah tidak perlu lagi, toh Gayus pun telah mengetahui siapa pengirimnya walaupun hanya diberi keterangan “penatua”. Hipotesa yang kedua, Surat ini adalah surat “kantoran” (ada unsur eklesiologi) dari seorang pemimpin jemaat kepada Gayus dalam rangka komunikasi kerja (official communication). Namun untuk membuktikan kedua hipotesa tersebut, kita masih harus membahas redaksi kalimat yang berikutnya. Ada juga kemungkinan bahwa hipotesa tersebut justru salah sama sekali.
Selain surat yang ditujukan kepada Gayus, penulis menyertakan ungkapan/pangkat “yang kekasih/agapeto” yang disandingkan pada nama Gayus. Ia juga bersaksi bahwa ia mengasihi Gayus dalam kebenaran. Kedua ungkapan ini bisa saja ditafsirkan sebagai redaksi formal dalam sebuah surat, ini merupakan ungkapan salam yang khas dan wajib dalam pembukaan sebuah surat. Namun bagi saya ini juga bisa menjadi sebuah penjelasan lain yang menjelaskan pola hubungan antara penulis dengan Gayus. Kata evgw. avgapw mengisyaratkan penatua sangat/betul-betul mengasihi Gayus. Relasi yang dibangun antara mereka bersifat personal (dengan penekanan “aku”). Sehingga ada ikatan relasi yang dibentuk diantaranya. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa antar saudara. Persaudaraan yang dimaksud adalah saudara di dalam iman mereka (bukan saudara kandung).
Terlepas dari kedua hipotesa yang saya buat di atas, Howard Marshall mengemukakan bahwa surat 3 Yohanes adalah salah satu dari sedikit surat dalam Perjanjian Baru yang ditujukan kepada orang Kristen secara individual.[1]  Berangkat dari kenyataan tersebut, agaknya memang kita perlu menempatkan posisi teks ini pada posisi yang istimewa karena di dalamnya terdapat dinamika khusus antara penulis (presbiteros) dengan Gayus.
Sebelum lebih jauh pembahasan kita, sebaiknya kita perlu mengetahui terlebih dahulu juga siapa atau seperti apa “penatua/elder/presbiteros” yang merupakan penulis surat ini. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, memang dalam teks kita tidak dapat menemukan identitas lain dari penulis selain bahwa ia adalah seorang penatua. Untuk itu kita perlu mengetahui terlebih dahulu seperti apa dinamika seorang penatua secara umum. Sebenarnya dalam surat Yohanes, yang menggunakan kata presbiteros hanyalah 2-3 Yohanes. Presbiteros pada teks 2-3 Yohanes dikenal dengan anonim.[2] Willi Marxsen mengatakan bahwa sulit mencari siapa si pengarang teks yang sesungguhnya. Penyebutan si pengarang atas dirinya sebagai penatua (presbiteros) tanpa petunjuk akan namanya adalah aneh. Agaknya penyebutan tersebut tidak diartikan untuk ‘rasul Yohanes’.[3] Teks dengan penulisnya yang anonim pada akhirnya membuka kemungkinan besar pada siapa pun untuk menjadi presbiteros/elder, namun Marxen sedikit memberi kejelasan pasti akan identitas dari si presbiteros, ia berpendapat bahwa pengarang tergolong pada ‘aliran’ Yohanes dan menuliskan 2-3 Yohanes di Timur sekitar peralihan abad pertama.[4]
Dalam Perjanjian Baru, ‘penatua’ adalah ‘orang yang dituakan’ sehingga kata tersebut sebenarnya juga menandung makna ke-hirarkian gerejawi. Selain itu ia dapat dikatakan memiliki peringkat ke dua setelah Pendeta. Ia juga adalah rasul di dalam pemerintahan dari gereja dan memiliki kepedulian spiritual jemaat, mempelajari aturan dan memberikan hukum dan pelajaran.[5] Seorang ‘penatua’ atau ‘pemimpin jemaat’ dapat dipastikan lebih memiliki wibawa dibandingkan dengan jemaat biasa. Menurut Stoot, penatua berada pada kedudukan yang yang memposisikan dirinya untuk bertanggung jawab dan kemimpinan pada gereja lokal.[6]  Berangkat dari konsep ini, kita juga perlu menyadari akan 1 hal bahwa surat ini ditulis pada 3 abad pertama dalam kekristenan, praktis tidak ada gedung gereja. Semua orang Kristen berkumpul di dalam rumah-rumah.
Lalu bagaimana dengan Gayus? Siapa dia sehingga ia mendapat tempat yang istimewa oleh penulis? Barclay mengutarakan ada Gayus, orang Makedonia yang bersama dengan Aristarchus, berada dengan Paulus pada waktu terjadi huru-hara di Efesus (Kis 19:29). Ada Gayus dari Derbe, yang adalah delegasi dari gerejanya yang menyampaikan kolekte bagi orang miskin di Yerusalem (Kis 20;4). Ada Gayus dari Korintus yang adalah tuan rumah dari Paulus, seorang yang begitu ramah sehingga ia dapat disebut tuan rumah dari seluruh gereja (Rm 16:23) dan adalah satu dari beberapa orang yang secara pribadi dibaptis Paulus (1 Kor 1:14), yang menurut tradisi menjadi Uskup pertama di Tesalonika.[7] Canon Brooke berpendapat bahwa Gayus yang terakhir ini adalah orang “khayalan” yang dituju oleh surat Yohanes ini karena memiliki kesamaan kondisi.[8]  Namun menurut saya, kita tidak dapat menaruh kepastian akan identitas dari Gayus yang saat ini sedang kita bahas saat ini karena tidak ada keterangan yang pasti Gayus yang mana. Jika Gayus mendapatkan surat pribadi dari presbiteros, ada kemungkinan juga bahwa ia adalah orang yang memiliki jabatan dalam gereja atau orang penting dalam lingkup masyarakat juga. Bila tidak demikian, paling tidak Gayus memiliki tempat yang spesial bagi si presbiteros tersebut dan bahwa hubungan mereka cukup erat.

2 VAgaphte,( peri. pa,ntwn eu;comai, se euvodou/sqai kai. u`giai,nein( kaqw.j euvodou/tai, sou h` yuch,Å
2 Saudaraku yang kekasih, aku berdoa, semoga engkau baik-baik dan sehat-sehat saja dalam segala sesuatu, sama seperti jiwamu baik-baik saja.

Redaksi kalimat berikutnya adalah dalam bentuk sebuah doa dan harapan dari presbiteros akan kondisi dari Gayus. Ia memanggil Gayus dengan sebutan ‘saudara’, hal tersebut ingin menekankan bahwa Gayus dianggap sebagai saudara yang dikasihinya. Terjemahan ITB mengartikan Ἀγαπητέ dengan “saudara yang kekasih” padahal GNT hanya menyebut Ἀγαπητέ tanpa ἀδελφῶj yang berarti saudara. Nampaknya ITB ingin menunjukkan suatu kedekatan yang lebih dengan memakai kata ‘saudara’ sebagai panggilan di samping ‘yang kekasih’. Saudara berarti memiliki hubungan kekeluargaan. Pandangan saya, jika dalam Bahasa Indonesia hanya memakai kata yang kekasih, memang itu adalah kata benda, tetapi lebih ke kata sifat. Dengan menghadirkan kata saudara, bukan hanya menunjukkan kedekatan tetapi juga wujud pribadi lebih terasa.
Untuk itu ia mendokan akan kesehatan Gayus. Yang menarik dalam redaksi kalimat ini adalah pada penggunaan kata h` yuch yang pada umumnya di Perjanjian Baru biasa dipertentangkan dengan sarx. Namun kali ini penulis tidak hanya bicara ttg kesehatan badan, tapi juga berbicara secara lebih mendalam (internal). Walaupun ada pembagian antara internal dan eksternal, tapi presbiteros sebagai penulis tidak bermaksud untuk berpikir dikotomis antara keduanya. Kata ‘aku berdoa’ disini juga bukanlah sebuah ungkapan teknis semata, namun juga merupakan ungkapan hati dari penatua yang rindu akan kesejahteraan Gayus (dalam artian dukungan antar sesama orang percaya).
Senada dengan pandangan di atas, menurut Stoot, ekspresi doa yang dibangun oleh penulis bersifat permohonan untuk kesejahteraan Gayus. Bahwa kesejahteraan fisik dan kesejahteraan spiritual harus seimbang. Hal ini merupakan salah satu perintah dalam alkitab. Keinginan seperti ini juga berlaku bagi teman-teman Kristiani (bukan hanya Gayus).[9] Barclay mengaitkannya dengan Yesus yang tidak pernah lupa bahwa manusia mempunyai tubuh dan jiwa, keduanya membutuhkan perhatian yang sama.[10]
Ada istilah yang tidak asing di telinga kita, yakni: “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”. Nampaknya hal inil sepadan dengan apa yang ingin disampaikan penulis pada ayat 2 ini. Dari sesuatu yang di luar, tubuh yang sehat kita dapat melihat jiwa yang sehat pula. Memang pernyataan itu tidak selalu benar. Setidaknya ada harapan demikian. Jika jiwanya atau kehidupannya sehat, lalu beranjak pada harapan bahwa segala sesuatunya baik dan sehat pula. Yang jiwani di sini seakan terpisah dari yang badani memang. Tetapi terlihat seperti satu. Jika badan sehat, tubuh juga kuat, begitu pula sebaliknya. Seakan-akan jiwa yang sehat terpancar pula dari kehidupan dan jasmani dan keseluruhan hidup. Anugerah dan kesehatan yang terlihat saling beriringan[11] memunculkan pemahaman bahwa ketika kita sehat, itu semua karena anugerah. Tetapi ketika kita sehat, anugerah dapat didatangkan.



3 evca,rhn ga.r li,an evrcome,nwn avdelfw/n kai. marturou,ntwn sou th/| avlhqei,a|( kaqw.j su. evn avlhqei,a| peripatei/jÅ
3 Sebab aku sangat bersukacita, ketika beberapa saudara datang dan memberi kesaksian tentang hidupmu dalam kebenaran, sebab memang engkau hidup dalam kebenaran.

Pada ayat ini muncul tokoh baru. Tokoh-tokoh yang tidak diketahui siapa, namun disebut sebagai ἀδελφῶν atau brothers (saudara-saudara). Terjemahan ITB mengartikan sebagai beberapa saudara, padahal teks aslinya sendiri tidak berkata mengenai beberapa tetapi saudara-saudara. Karena beberapa dapat berarti tidak semua, padahal Bahasa Yunaninya sendiri tidak berkata mengenai beberapa atau semua, yang jelas plural. Lalu siapakah saudara-saudara yang dimaksud di sini? Adakah saudara-saudara ini lebih dekat daripada terhadap Gayus. Atau kata saudara adalah sebuah sebutan untuk orang lain sebagai keterbukaan untuk menganggap yang lain sebagai sebuah bagian dari keluarganya.

Brother adalah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru memiliki banyak pengertian. Dapat berarti anggota sebuah  suku, murid, teman, keterhubungan moral, kesetaraan peringkat atau jabatan.[12] Istilah ini pada akhirnya diadopsi bagi orang Kristen mula-mula sebagai persaudaraan cinta satu sama lain di dalam Kristus. Mungkin saja brother atau ἀδελφῶν dalam ayat ini dapat berarti salah satu makna di atas. Yang menarik adalah bahwa dalam kata saudara, ada makna kesetaraan taraf atau jabatan. Ini dapat berarti bagi siapa pun sebagai sebuah kerendahan hati tanpa memandang atau menonjolkan derajat tertentu.

Dalam lingkup eklesiologi, kata saudara dapat berarti sebuah persekutuan. Karena semua sama di dalam Kristus, saudara di dalam Dia. Bayangkan jika seluruh anggota jemaat menganggap satu akan yang lain sebagai saudara, bukankah itu wujud sebuah persekutuan? Seorang saudara tak akan membiarkan saudaranya yang lain begitu saja. Ada sebuah relasi. Sebuah persekutuan lebih dari sekedar sebutan kekeluargaan yang berarti sedarah atau satu peranakan.
Kalau begitu, siapa saja yang dimaksudkan oleh penulis sebagai “brothers” yang telah datang menyampaikan kabar sukacita tersebut kepada presbiteros? Untuk menjawab akan pertanyaan ini, kita perlu melihat terlebih dahulu konsep eklesiologi pada masa itu. Dari membaca teks, saya menemukan pola bahwa posisi antara presbiteros dengan Gayus berada pada jarak yang cukup jauh. Untuk menjembatani jarak tersebut dibutuhkan yang namanya komunikasi antara gereja yang satu dengan gereja yang lain. Betapapun berupa rumah tangga, semangat atau motivasi bahwa satu sama lain tetap mempunyai ikatan tetap menjadi tanggunjawab masing-masing.
Berangkat dari konsep di atas, kemungkinan saudara-saudara yang datang ini (secara ekslesiologi) juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemberitaan Injil. Mereka melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain dalam rangka marturia dan dalam kesempatannya mereka juga akan saling memberikan kabar dari gereja/rumah yang sebelumnya pernah dikunjungi (termasuk Gayus yang telah dikunjungi oleh mereka). Perlu diingat bahwa kegiatan ini didukung oleh setiap gereja rumah tangga yang dikunjungi oleh tokoh ‘saudara-saudara’ dalam teks.
Kata evn avlhqei,a mendeskripsikan tentang “kebenaran milikmu” (kebenaran di dalam kehidupanmu) dan sebagai seorang pejalan dalam kebenaran.[13] Scoot mengungkapkan bahwa kebenaran pada Gayus menjadi sesuatu kebiasaanya. Ia berjalan pada kebenaran merupakan bentuk kekristenan yang integrasikan, tidak lain untuk mendekotomikan antara kedudukan dan tindakan. Kebenaran bukan sekedar persoalan intelektualitas diasimilasikan.[14] Selain itu, Barclay mengungkapkan bahwa redaksi “berjalan dalam kebenaran”, bentuk kata berupa frase dan menjadi satu rangkaian. Ketika kebenaran dipersonifikasikan sebagai “hal yang berjalan”, berarti maksudnya kebenaran merupakan tindakan yang tidak dilakukan hanya sekali saja. Saya setuju dengan pandangan Barclay karena dengan memaknai teks seperti ini, maka kita akan menemukan kesan terjadinya proses, secara kontinuitas yang sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan Gayus. Pemaknaan ini juga perlu kita latar belakangi dengan pemahaman bahwa sejak penulisan 1 dan 2 Yohanes, surat ini dibuat untuk gereja-gereja dalam upaya menghadapi  masalah yang ditimbulkan oleh bidaah yang juga berada disekitar gereja.[15]

4 meizote,ran tou,twn ouvk e;cw cara,n( i[na avkou,w ta. evma. te,kna evn th/| avlhqei,a| peripatou/ntaÅ
4  Bagiku tidak ada sukacita yang lebih besar dari pada mendengar, bahwa anak-anakku hidup dalam kebenaran.

Ayat ini rupanya merupakan sebuah kelanjutan dari ayat sebelumnya. Penatua merasa senang ketika mendengar keberadaan ‘anak-anaknya’ yang hidup dalam kebenaran. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan bahwa ia mempunyai banyak anak-anak. Sehingga muncul kesan bahwa selain sebagai penatua dalam sebuah gereja, ia juga pernah melakuakan perkunjungan dan/atau marturia kepada rumah-rumah/gereja dan menganggap bahwa mereka adalah anak-anaknya (Ini membuka kemungkinan juga bahwa Gayus pun adalah salah satu dari orang-orang yang dikunjungi presbiteros).
Stoot juga menyatakan kedua surat menyatakan persoalan yang sama. Persoalan yang ada berkisar tentang para pengajar yang berkunjung secara berkeliling dan hal apa saja yang diberikan kepada jemaat setempat. Oleh sebab itu kedua surat dikonsentrasikan pada kebenaran kristiani dan kasih sayang serta relasi yang ramah antar mereka. Letak perbedaannya kepada si penerima surat. Surat ini dituliskan pada selembar papirus. Pada 2 Yohanes, presbiteros menulis ke satu gereja lokal (dengan jamak), dipersonifikasikan sebagai “wanita pilihan dan anak-anaknya”. Pada 3 Yohanes dia (presbiteros) menuliskan surat kepada salah satu anggota pemimpin (secara personal) dari gereja lokal.[16]
Yang menarik dari penulisan redaksi kalimat, penulis tidak hanya menekankan soal kebenaran saja sebagai pokok utama dari pemberitaan, tetapi ia juga ingin memberikan kesan adanya hubungan cinta kasih antara penulis sebagai penatua dengan anak-anaknya. Selain itu juga pada pemilihan kata te,kna (netral, jamak) yang diapakai untuk menunjuk kata anak-anak. Penggunaan kata dengan jenis netral ini rupanya merupakan upaya yang baik karena tidak memberikan kesan bias gender sehingga anak-anak dari presbiteros ini bukan hanya laki-laki saja melainkan perempuan dan mungkin anak-anak.
Penggunaan kata ta. evma. te,kna rupanya meluas juga kepada orang-orang yang lain. Ini menimbulkan kesan generalisasi, bahwa semua orang yang model kehidupannya seperti itu akan disebut anak-anak Allah. Dalam kondisi sebagai pejabat gereja (presbiteros) ini merupakan sukacita yang besar yaitu adalah ketika ‘anak-anaknya’ berlaku seperti apa yang diharapkan. Hal inilah yang kemudian menjadi semangat berkelanjutan dalam sebuah dinamika gereja sampai saat ini. Dinamika antara presbiteros dan Gayus yang saat ini dibahas telah mewakili dinamika sebuah kehidupan jemaat mula-mula yang dikabarkan lewat surat Yohanes.

Penutup
Kita telah membahas secara mendalam akan dinamika dalam surat 3 Yohanes: 1-4. Hipotesa yang saya buat sebelumnya bisa dikatakan benar bahwa surat ini merupakan surat pribadi dari presbiteros kepada Gayus sebagai orang yang hidup dalam kebenaran, sekalipun pada konteksnya saat itu banyak orang yang dikacaukan imannya dengan keberadaan bidaah. Hal inilah yang kemudian coba diangkat dan diserahkan lagi kepada kita sebagai pembaca lain (diluar Gayus). Sebagai orang beriman yang sama seperti Gayus, kita dipersonifikasikan sebagai orang yang sudah dan sedang berjalan dalam kebenaran ilahi (avlhqei,a). Sebagai pembaca masa kini, kita juga diajak untuk berefleksi dan menjadi orang yang hidup dalam kebenaran dan disaksikan dalam perilaku sehari-hari yang telah dan terus menerus dilakukan.
Hal menarik untuk juga ditarik dalam konteks kehidupan jemaat saat ini adalah upaya dan semangat gereja (baik pemimpin jemaat maupun anggota jemaat) dalam memaknai “perjalanan anggotanya”.  Upaya dan semangat seperti yang ditunjukan oleh Presbiteros sebagai penatua/pemimpin jemaat telah luntur. Untuk itu biarlah dengan mencermati kembali dinamika kehangatan relasi dalam perikop yang singkat ini, kita dapat semakin menumbuhkan rasa kesatuan dan semakin memperhatikan perjalanan kehidupan kita dalam kebenaran. Kebenaran yang telah dilakukan dan masih terus menerus dilakukan.


Daftar Pustaka
Brooke, Canon A. E. ,1996. A Critical and Exegetical Commentary On The Johhannine Epistles. Edinburgh: T&T Clark.
Marshal, Howard I. , 1990. The Epistles Of John. USA:William B. Eerdmans Publishing Company
Marxsen, Willi, 2009. Pengantar Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Henry, Matthew, 1991. Matthew Henry’s Commentary On The Bible Volume 6: Acts to Revelation. USA: Hendrickson Publishers.
JRW, Stoot, 1969. The Epistles of John; An Introduction and Commentary, Lodon: The Tyndale Press.
Bromiley, Geoffrey W., 1998. The International Standard Bible Ensyclopedia. Michigan: William B. Eerdman Publishing Company.



[1] Disarikan dan dialihbahasakan dari I. Howard Marshal, The Epistles Of John, (USA:William B. Eerdmans Publishing Company, 1990), p. 81
[2] dipetik dari Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), p. 329
[3] ibid, p. 333
[4] Ibid, p. 329
[5] disarikan dan dialihbahasakan dari Henry Synder Gehman, The New West Minister Dictionary of The Bible,(Philadelphia: West Minister Press), p. 256-257
[6] disarikan dan dialihbahasakan Stoot JRW, The Epistles of John; An Introduction and Commentary, Lodon: The Tyndale Press, p. 218.
[7] Dipetik dari William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008, p. 244.
[8] Disarikan dan dialihbahasakan dari Rev. Canon A. E. Brooke, D.D., A Critical and Exegetical Commentary On The Johhannine Epistles, (Edinburgh: T&T Clark,1996), p.181
[9] dipetik dari Stoot JRW, The Epistles of John; An Introduction and Commentary, Lodon: The Tyndale Press, p. 219.
[10] Dipetik dari William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008, p. 245.
[11] Disarikan dan dialihbahasakan dari Matthew Henry, Matthew Henry’s Commentary On The Bible Volume 6: Acts to Revelation, (USA: Hendrickson Publishers, 1991), p. 889

[12] disarikan dan dialihbahasakan dari Geoffrey W. Bromiley, The International Standard Bible Ensyclopedia, (Michigan: William B. Eerdman Publishing Company, 1998), p.550
[13] Disarikan dari Stoot JRW, The Epistles of John; An Introduction and Commentary, Lodon: The Tyndale Press, p. 219.
[14] Dipetik dari William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008, p. 245.
[15] Disarikan dan dialihbahasakan dari I. Howard Marshal, The Epistles Of John, (USA:William B. Eerdmans Publishing Company, 1990), p. 11
[16] Dipetik dari Stoot JRW, The Epistles of John; An Introduction and Commentary, Lodon: The Tyndale Press,1969, hal 216.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan Pakai Tangan Kiri Anda! Itu Contoh yang TIDAK LAYAK (?)

Halo temans, saya kembali lagi dengan tulisan barul Kali ini mengenai kebiasaan seseorang menggunakan tangan kirinya sebagai tangan utama untuk beraktivitas. Seringkali kita mengenal kebiasaan ini dengan istilah kidal/left handed.  *** Ps: Untuk membatasi lingkup tulisan ini, saya tidak akan membahas isu ini ke dalam bahasan agama tertentu. Indonesia adalah salah satu negara yang masyarakatnya cukup memegang kuat budaya atau kearifan lokalnya, salah satunya adalah budaya penghormatan kepada orang lain. Terdapat manners khusus untuk bersikap, merespon, berterimakasih, bahkan beraktivitas (sekalipun aktivitas tersebut dilakukan untuk diri sendiri, tanpa bermaksud menyinggung orang lain). To be honest, I am the person who usually use my left hand for many activities! I am left handed. So here is my perspective.   Temans, menjadi orang kidal di Indonesia seringkali mendapat perlakuan yang diskriminatif. Jika anda yang sedang membaca artikel ini juga kidal,...

Berbahagialah Kamu!

( sebuah tafsiran dari ucapan bahagia Yesus dalam seri Khotbah di Bukit kitab Matius 5:1-12) Pendahuluan Dalam paper singkat kali ini, saya memilih Ucapan Bahagia yang diucapkan oleh Yesus dalam seri khotbah di bukit yang dimuat dalam Injil Matius 5:1-12. Di dalamnya saya membahas perikop ini berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika saya membaca perikop tersebut secara lebih cermat ( close reading ). Metode tafsir yang saya gunakan dalam paper ini akan mengarah kepada metode tafsir Kritik Bentuk, dimana saya akan mengamati jenis dan kedudukan teks dalam kehidupan. Selain itu juga tidak menutup kemungkinan ada model tafsir lain yang saya pakai apabila menemukan sesuatu yang menarik di dalamnya. Tafsiran kali ini saya mencoba mengulasnya ayat demi ayat. Khotbah di Bukit 5:1 Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. 5:2 Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengaj...

Backpacker ke Singapura Sendirian II

Touch Down! Akhirnya mendarat juga di Changi International Airport! Bandara ini dinobatkan sebagai bandara terbaik di dunia lohh! Yap, bener banget. Saya sudah buktikan sendiri kalau ini emang bandara terbaik di dunia. Fasilitas di bandara memang sangat lengkap dan terkesan tidak lagi di bandara melainkan di mall-mall besar gitu. Yang paling saya suka adalah adanya kursi pijat di sisi bandara yang dapat digunakan secara gratis. Kebayang deh kalau fasilitas-fasilitas itu ada di Indonesia, pasti pada ngantri untuk dipijat gratisan. Hahaha. Kabarnya di Changi ada bioskop bagi penumpang yang transit lama atau harus menunggu penerbangannya dalam waktu yang cukup lama. Kabar baiknya, fasilitas bioskop juga di berikan secara cuma-cuma alias GRATIS kepada semua penumpang yang berada di Changi. Ooppss.. mending kita gak usah banding-bandingin dengan bandara-bandara di Indonesia deh. Itu semua masih urusan PT. Angkasa Pura I & II.  Setelah mengisi form imigrasi dari Pemerintah Singapo...